Kalimat "the best idiot ever" terasa benar-benar cocok dan melekat pada diriku. Kalimat ini tidak merupakan ironi, tapi mengandung makna memberatkan. Seperti, "I missed you, badly." Badly di sini bukan berarti jelek, tapi bermakna sungguh-sungguh. Dan inilah yang juga terjadi pada diriku.
Pemikiran "itu" sudah datang semenjak beberapa hari sebelun hari-H. Tapi bodohnya, tidak kulaksanakan. Akhirnya, menyesal karena tidak mendapat apa yang kuinginkan. Tapi berita hari ini sungguh mencengangkan. Mencengangkan karena apa yang aku lakukan benar-benar mencerminkan keidiotanku yang sungguh-sungguh. Tak ada ampun, aku memang seorang idiot.
I'm an idiot, the best idiot ever. Aku seorang idiot, idiot yang sesungguhnya.
Tapi, tenang. Si idiot ini juga manusia. Dia bisa memperbaiki diri. Dia akan memperbaiki diri. Do'akan.
``Sekali idiot, tetap idiot, Mas.''
Diem, monyong!
Pemikiran "itu" sudah datang semenjak beberapa hari sebelun hari-H. Tapi bodohnya, tidak kulaksanakan. Akhirnya, menyesal karena tidak mendapat apa yang kuinginkan. Tapi berita hari ini sungguh mencengangkan. Mencengangkan karena apa yang aku lakukan benar-benar mencerminkan keidiotanku yang sungguh-sungguh. Tak ada ampun, aku memang seorang idiot.
I'm an idiot, the best idiot ever. Aku seorang idiot, idiot yang sesungguhnya.
Tapi, tenang. Si idiot ini juga manusia. Dia bisa memperbaiki diri. Dia akan memperbaiki diri. Do'akan.
``Sekali idiot, tetap idiot, Mas.''
Diem, monyong!
Comments