Begini ini, kalau jadi orang terjajah. Penjajahan yang dimaksud bukan penjajahan oleh Belanda dan Jepang di masa lampau. Tapi penjajahan dalam hal lain. Ini kekecewaan saya setelah menunggu 2 jam untuk menonton pertandingan pertama Piala Dunia 2006 Jerman vs. Kosta Rika tadi malam. Di SCTV tentunya.
``Oh, dijajah sama SCTV, toh?''
Bayangkan, selama 2 jam kita disuguhi tontonan yang samasekali tidak bermutu. Lagu-lagu dari band yang tidak saya sukai, nona-nona `Gila Gol' yang engga keruan, kuis antah berantah, dan obrolan komentator yang engga pada tempatnya. Padahal dari jauh-jauh hari saya sudah berharap SCTV bisa menayangkan Piala Dunia dengan jauh lebih baik dari RCTI di tahun 2002. Tapi apa lacur, mereka semua cari duit dan tidak peduli pada penonton.
Tadi malam itu sebetulnya saya menunggu upaca pembukaan yang diadakan di Jerman. Saya pikir dalam waktu 2 jam yang disediakan, SCTV akan menayangkan upacara pembukaan secara lengkap. Nyatanya nol besar. Saya juga ingin romantika pertandingan piala dunia seperti ketika ditayangkan TVRI zaman dulu. Para pemain keluar dari ruang ganti, berbaris di tengah lapangan dengan rombongan anak-anak untuk menunjukkan kepedulian, dikumandangkannya lagu kebangsaan tim yang bertanding, salaman, tukar cinderamata (bendera kesebelasan), dan akhirnya peluit kick-off. Tadi malam semua itu tidak ada. Saya kecewa. Padahal momen-momen seperti itu termasuk inspirational. Seandainya anak-anak Indonesia melihat itu, bukan tidak mungkin timbul keinginan mereka untuk bisa menyanyikan Indonesia Raya di perhelatan besar seperti ini. Semangat bisa bangkit. Yah, setidaknya semangat. Moral.
Tapi ada satu hal yang saya cukup senang, dan saya harap akan diertahankan SCTV sampai final nanti. Kalau engga bisa memperbaiki setidaknya pertahankan yang sudah baik.
``Apa?''
Yang saya senang adalah: tidak ada iklan selama tayangan pertandingan. Tak ada banner sponsor. Tak ada label sok tahu (replay, reverse angle, dll.). Ini cukup menggembirakan. Ingat di tahun 2002? Banner iklan setengah layar. Sudah gitu, layar digulung ke atas hanya untuk menampilkan iklan sponsor. Dan yang paling parah: iklan Extra Joss (sponsor utama) langsung flashing tepat saat kick-off. Sudah tak perlu diceritakan lagi kalau pesan UNICEF `Say yes to children' tidak pernah ditayangkan.
Parah, kan? Tapi pablebuat, cuma siaran mereka itulah yang bisa saya tonton. Seandainya saya bisa mengakses siaran TV luar negeri yang pasti menayangkan secara lengkap (ESPN mungkin?), saya tak perlu lagi menderita seperti ini.
``Yah, namanya juga kaum terjajah.''
Nah, itu dia, kita ini orang terjajah. Entah kapan kita akan merdeka. Mungkin, tak 'kan pernah merdeka. Sedih.
--Edit--
Ada peningkatan, deng, pas nonton Inggris vs. Paraguay setidaknya salaman dan tukeran bendera ditayangin. Udah gitu, salaman plus pelukan di akhir pertandingan juga diliatin. Bagus, lah. Semoga terus bertambah baik.
``Oh, dijajah sama SCTV, toh?''
Bayangkan, selama 2 jam kita disuguhi tontonan yang samasekali tidak bermutu. Lagu-lagu dari band yang tidak saya sukai, nona-nona `Gila Gol' yang engga keruan, kuis antah berantah, dan obrolan komentator yang engga pada tempatnya. Padahal dari jauh-jauh hari saya sudah berharap SCTV bisa menayangkan Piala Dunia dengan jauh lebih baik dari RCTI di tahun 2002. Tapi apa lacur, mereka semua cari duit dan tidak peduli pada penonton.
Tadi malam itu sebetulnya saya menunggu upaca pembukaan yang diadakan di Jerman. Saya pikir dalam waktu 2 jam yang disediakan, SCTV akan menayangkan upacara pembukaan secara lengkap. Nyatanya nol besar. Saya juga ingin romantika pertandingan piala dunia seperti ketika ditayangkan TVRI zaman dulu. Para pemain keluar dari ruang ganti, berbaris di tengah lapangan dengan rombongan anak-anak untuk menunjukkan kepedulian, dikumandangkannya lagu kebangsaan tim yang bertanding, salaman, tukar cinderamata (bendera kesebelasan), dan akhirnya peluit kick-off. Tadi malam semua itu tidak ada. Saya kecewa. Padahal momen-momen seperti itu termasuk inspirational. Seandainya anak-anak Indonesia melihat itu, bukan tidak mungkin timbul keinginan mereka untuk bisa menyanyikan Indonesia Raya di perhelatan besar seperti ini. Semangat bisa bangkit. Yah, setidaknya semangat. Moral.
Tapi ada satu hal yang saya cukup senang, dan saya harap akan diertahankan SCTV sampai final nanti. Kalau engga bisa memperbaiki setidaknya pertahankan yang sudah baik.
``Apa?''
Yang saya senang adalah: tidak ada iklan selama tayangan pertandingan. Tak ada banner sponsor. Tak ada label sok tahu (replay, reverse angle, dll.). Ini cukup menggembirakan. Ingat di tahun 2002? Banner iklan setengah layar. Sudah gitu, layar digulung ke atas hanya untuk menampilkan iklan sponsor. Dan yang paling parah: iklan Extra Joss (sponsor utama) langsung flashing tepat saat kick-off. Sudah tak perlu diceritakan lagi kalau pesan UNICEF `Say yes to children' tidak pernah ditayangkan.
Parah, kan? Tapi pablebuat, cuma siaran mereka itulah yang bisa saya tonton. Seandainya saya bisa mengakses siaran TV luar negeri yang pasti menayangkan secara lengkap (ESPN mungkin?), saya tak perlu lagi menderita seperti ini.
``Yah, namanya juga kaum terjajah.''
Nah, itu dia, kita ini orang terjajah. Entah kapan kita akan merdeka. Mungkin, tak 'kan pernah merdeka. Sedih.
--Edit--
Ada peningkatan, deng, pas nonton Inggris vs. Paraguay setidaknya salaman dan tukeran bendera ditayangin. Udah gitu, salaman plus pelukan di akhir pertandingan juga diliatin. Bagus, lah. Semoga terus bertambah baik.
Comments