Skip to main content

Korupsi darah daging

Wuih, udah 4 bulan sejak posting terakhir. Kangen, euy. Tapi, pablebuat, intensitas ber-Internet-ku sekarang turun drastis dibanding zaman masih mahasiswa. Makanya pengen cari kerja yang fasilitas Internetnya bagus. Mungkin karena itu, ya, saya belum juga dapet kerjaan. Okay, deh, langsung ke curhat aja. Kali ini pengen curhat soal korupsi.

Kayaknya yang namanya korupsi di Indonesia adalah hal yang sulit untuk dihilangkan, karena sudah mendarah daging pada jiwa bangsa. Ini korupsi secara umum, bukan cuma pejabat tinggi yang korupsi pada negara tapi juga pejabat menengah-rendah yang korupsi terhadap rakyat (belum masalah korupsi waktu dan kepercayaan). Pasti engga aneh, dong, sama yang namanya ``uang pelicin'', ``pengganti ongkos'', dll, dsb, sby... eh salah. Semua itu, kan, termasuk korupsi. Korupsi terhadap rakyat. Iklan ``Tanyaken... apa?'' yang menampilkan seorang pegawai kelurahan (atau yang sejenis) yang menunggu ``uang pelicin'' ketika mau memberi stempel tanda pengesahan, memberi gambaran jelas tentang apa yang terjadi di seluruh Indonesia (dengan beberapa pengecualian seperti Kabupaten Sragen). Padahal pegawai itu, kan, sudah mendapat gaji? Kenapa juga masih harus mencari objekan lain yang jelas-jelas dosa yang tidak terpuji (sulit nyari dosa yang terpuji).

Ini pengalaman saya kemaren banget. Saya bertanya pada RT setempat tentang bagaimana pembuatan Kartu Tanda Penduduk Sementara/Musiman (KTPS), kebetulan beliau mendatangi rumah penduduk untuk menagih uang keamanan (padahal sepatu saya sering hilang). Saya engga yakin kalau proses pembuatan KTPS ini perlu biaya yang besar (namanya juga wajib, masak harus bayar mahal?). Tapi apa yang terjadi?

``Pak saya takut kena razia KTP, bikin KTPS bagaimana dan apakah harus mengeluarkan biaya?'' tanya saya ke ketua RT.

``Seratus ribu, De,'' jawabnya. ``Atau kalau mau ngurus sendiri, sih, paling delapan puluh sampe sembilan puluh rebu.''

``Kok, mahal amat sih, Pak?'' saya terkaget-kaget. Gila aja, seratus rebu bisa buat makan sekitar lima belas hari.

``Aslinya, sih, De, cuman sekitar tujuh puluh lima ribu, jatohnya segitu,'' beliau menurunkan harga. ``Yang lebihnya itu buat ongkos sama rokok.''

Buset! Kalo yang kena razia aja didenda tujuh puluh lima ribu perak dan langsung dibuatkan KTPS-nya, kenapa juga kita harus bikin di RT yang ternyata lebih mahal? Waduh-waduh, ternyata rakyat jelata juga jauh di lubuk hatinya punya jiwa korupsi, kronis nampaknya. Kumaha, atuh?

``Emh, entar, deh, Pak, saya tanyain dulu berapa harga pastinya. Entar kalo saya mau bikin, saya ke rumah bapak aja.'' Eits, berhasil, si RT langsung pamitan sesudah itu.

Tuh, kan, padahal KTPS ini penting, bisa mencegah terorisme dan lain-lain. Tapi, kok, dibuat susah? Dengan mematok harga seperti itu aja udah mempermiskin rakyat, kan? Haduh, Pemerintah, dimana dirimu? Ingatkah kau pada tanggung jawabmu? Bukannya melayani rakyat, malah menyengsarakan rakyat. Atau, jangan-jangan, instruksi dari Pemerintah pusat mengatakan engga perlu pake biaya, tapi dibiayakan oleh pemerintah/pejabat daerah? Wah, tambah pelik, dah.

Sebetulnya, kalau pemerintah pusat ngasih pengumuman yang disosialisasikan dengan serius (lewat media massa, surat-surat resmi kepresidenan, dll), bahwa pengurusan hal-hal seperti itu engga butuh biaya, saya yakin setidaknya korupsi pada rakyat akan sedikit berkurang. Setidaknya, orang langsung bisa protes ketika di kelurahan diminta 25000 perak hanya untuk membuat KTP. Dan kalo bisa, ada pos pengaduan juga. Kita bisa lapor (dengan bukti tentunya), bahwa di kelurahan Takada, kecamatan Entahlah, kota Tiada, telah terjadi pemerasan oleh pejabat daerah dengan kedok biaya pembuatan KTP.

Solusi terbaik saat ini sepertinya adalah mencontoh kabupaten Sragen yang mendirikan kantor terpusat untuk mengurus hal-hal administratif seperti itu. Insyaallah, rakyat menjadi lebih terlayani. Kalo ada yang baca dan bisa menghubungi SBY (presiden itu, lho :-P) tolong usulin, ya.Itu aja dulu, lah, curhat kali ini. Curhat yang lain mungkin di posting berikutnya. Semoga ada umur, ada duit, dan ada keinginan.

Comments

ims said…
dalam segala hal bangsa kita sering dapat nomor belakang. Tapi....untuk masalah korupsi kita memang jagonya
Anonymous said…
Jangan lupa, selain Korupsi bangsa ini jg suka sembahyang lo, km jgn asal menjelekkan sj hrs imbang dalam menilai. coba km perhatikan hampir semua koruptor sholat dan dan selalu berpenampilan agamis kalo dipersidangan. ini kan menyenangkan allah.
7r3m0r said…
tapi kan kalau orangnya suka makan hak milik semua orang gimana pertimbangannya. allah juga tidak akan senanga dengan orang yang suka makan ha milik orang lain.. memang bener kata mu anonymous koruptor suka solat. tapi kan sifatnya itu loh serakah terhadap hak orang lain. tolong pertimbangkan pendapatmu..
memei said…
setuju bgtttt...
bangsa ini udah sangat komplek bgt permasalahannya