Pada tanggal 28 Pebruari lalu, ketika orang sedang harap2 cemas (cemas
pastinya) menunggu datangnya saat peresmian kenaikan harga BBM, ketika para
pemilik kendaraan bermotor ngantri panjang (kayak antrian UMPTN dan Indonesian
Dodol), sebuah televisi swasta yang meliput antrian panjang tersebut
mewawancarai beberapa orang yang sedang ngantri.
Seorang pemuda (kelihatannya mahasiswa) mengatakan sesuatu yang menurut saya
patut menjadi pemikiran para `pemimpin bangsa'(t?) yang berkuasa menentukan
harga BBM dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pemuda itu mengatakan (engga
persis, tapi intinya gini):
``Kenapa sih pemotongan subsidi pemerintah ini harus jatuh pada harga BBM?
Bukankah lebih baik jika yang dinaikkan itu pajak pemilikan mobil dan atau hal2
yang benar2 merepresentasikan orang berada.''
Saya pikir2, bener juga tuh anak. Kalo pajak pemilikan rumah besar, pemilikan
mobil mewah, pajak penghasilan diatas batas tertentu, dll, etc, yang dinaikkan
maka yang akan merasakan dampaknya adalah benar2 orang yang mampu dan bukan
rakyat kecil seperti kita.
Memang sih, harga minyak tanah utk rumah tangga tidak naik, tapi harga barang
dan jasa bisa dipastikan naik karena harga bensin naik. Kenapa begitu? Ya orang
mau ke pasar kan naik angkot, angkot pake bensin (walau sejak lama ongkos
angkot emang udah terlalu tinggi), orang ngangkut barang buat dijual ke pasar
pake kendaraan (truk, dsb), truknya pake bensin juga, ya keneh-keneh
kehed.
Ah, rakyat kecil emang nasibnya dari dulu juga tersiksa. Kalo rakyat kecil bisa
hidup enak itu namanya engga normal. Makanya, jangan mau jadi rakyat kecil,
usaha sampe sukses.
Padahal saya juga rakyat kecil, termiskin di dunia malah. Sudahlah, entar saya
mampus keracunan arsenik di angkot lagi.
pastinya) menunggu datangnya saat peresmian kenaikan harga BBM, ketika para
pemilik kendaraan bermotor ngantri panjang (kayak antrian UMPTN dan Indonesian
Dodol), sebuah televisi swasta yang meliput antrian panjang tersebut
mewawancarai beberapa orang yang sedang ngantri.
Seorang pemuda (kelihatannya mahasiswa) mengatakan sesuatu yang menurut saya
patut menjadi pemikiran para `pemimpin bangsa'(t?) yang berkuasa menentukan
harga BBM dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pemuda itu mengatakan (engga
persis, tapi intinya gini):
``Kenapa sih pemotongan subsidi pemerintah ini harus jatuh pada harga BBM?
Bukankah lebih baik jika yang dinaikkan itu pajak pemilikan mobil dan atau hal2
yang benar2 merepresentasikan orang berada.''
Saya pikir2, bener juga tuh anak. Kalo pajak pemilikan rumah besar, pemilikan
mobil mewah, pajak penghasilan diatas batas tertentu, dll, etc, yang dinaikkan
maka yang akan merasakan dampaknya adalah benar2 orang yang mampu dan bukan
rakyat kecil seperti kita.
Memang sih, harga minyak tanah utk rumah tangga tidak naik, tapi harga barang
dan jasa bisa dipastikan naik karena harga bensin naik. Kenapa begitu? Ya orang
mau ke pasar kan naik angkot, angkot pake bensin (walau sejak lama ongkos
angkot emang udah terlalu tinggi), orang ngangkut barang buat dijual ke pasar
pake kendaraan (truk, dsb), truknya pake bensin juga, ya keneh-keneh
kehed.
Ah, rakyat kecil emang nasibnya dari dulu juga tersiksa. Kalo rakyat kecil bisa
hidup enak itu namanya engga normal. Makanya, jangan mau jadi rakyat kecil,
usaha sampe sukses.
Padahal saya juga rakyat kecil, termiskin di dunia malah. Sudahlah, entar saya
mampus keracunan arsenik di angkot lagi.
Comments