Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2010

Kok bisa (dianggap) lebih ganteng?

"Gadis, Kang D ganteng, engga?" tanya Pak Janggut. Mendengar nama saya disebut2, saya langsung mendekat. Ingin tahu apa jawaban dari pertanyaan yang krusial tersebut. Yang ditanya terlihat ragu, apalagi ketika dia melihat saya mendekat sambil cengar-cengir penuh arti. Saya lalu duduk berjongkok di sebelah kursinya sambil memasang senyum yang-saya-pikir-manis. Gadis itu seakan tersesat di antara bimbang, ragu, senang, jengah, malu dan semua jenis perasaan yang membuat mukanya merah. "Jawab dong," Pak Janggut menekan kembali, sementara kedipan mata saya semakin gencar. "Orangnya udah datang, nih, pengen tau juga." "Aaah, pastinya gantengan cowok gue!!!" Gadis Manis Peranakan Ciamis akhirnya meneriakkan jawaban diplomatis dengan wajah merah padam. Saya terjengkang mendengar jawaban itu. Jawaban itu jelas2 mengakui kalau saya ganteng! Gadis itu jujur! Tapi di saat yang sama menyatakan kalau kegantengan saya tidak berarti apa2 dibanding pacarnya. Pada

Buka atau tutup

"Saya pesan anu dan minumnya anu. Oh ya, restoran ini bukanya sampai jam berapa, mbak?" "Maksudnya, mas?" "Buka sampai jam berapa?" "Tutupnya?" Dalam waktu sepersekian detik otak saya memproses: 1. apakah si mbak tidak ngerti kalimat "buka sampai jam berapa?" 2. apakah si mbak sengaja memperlama durasi percakapan supaya berakhir pada perkenalan? 3. apakah si mbak sedang meledek? 4. apakah si mbak tidak mendengar kata "sampai," sehingga kalimat yg dia dengar adalah "buka jam berapa?" 5. apakah si mbak menganggap pertanyaan saya HARUSNYA "tutup jam berapa" dan bukannya "buka sampai jam berapa," yang artinya menghemat satu kata ("sampai")? 6. apakah pelafalan saya tidak jelas? 7. apakah saya sedang melamun (lagi)? Tapi kemudian diputuskanlah: "Iya, mbak, maksud saya tutup jam berapa." "Ooh, jangan kuatir, mas. Mas makan sampai jam berapa aja kita tungguin kok." Hhhh ...