Skip to main content

Penggalan kisah perpisahan

Angin semilir menambah segarnya udara di pojok taman dekat stasiun kereta, di sebuah sore yang cerah.

"Kak, aku akan merindukanmu."

"Aku juga, sayang. Tapi kita harus tabah. Perpisahan ini hanya untuk sementara."

"Tapi aku takkan bisa hidup tanpamu."

"Jangan cengeng. Jauh sebelum kita ketemu, kita hidup sendiri, kan? Yakinlah, kita akan bisa melewati ini."

"Tapi ..., tak pernah terbayang kalau aku harus berpisah jauh darimu. Meski tidak setiap saat bertemu, tapi aku tahu engkau ada di dekatku."

"Iya, sayang, aku tahu. Bagiku juga ini berat."

"Aku tak akan bisa hidup tanpamu, Kak. Tanpa tanganmu menggengam tanganku. Tanpa belaianmu di rambutku. Tanpa desah nafasmu. Tanpa kehangatanmu. Tanpa, ah ...."

Dekapan keduanya bertambah erat, seakan mereka tak membutuhkan ruang untuk bernafas.

"Kau membuat ini menjadi sulit, aku jadi ragu untuk pergi."

"Kak ...."

"Sudahlah, jangan kuatir, aku akan rajin meneleponmu. Kau akan tahu setiap hal kecil yang aku lakukan."

"Kakak janji?"

"Iya, aku janji."

Bambang mendekatkan mulutnya ke telinga Henry, "titip jaga istriku ya. Jangan lupa sampaikan salamku untuk istrimu dan si kecil," bisiknya.

Henry melepaskan rangkulannya. Sambil tersenyum ia mengangguk, "Kakak bisa mengandalkanku."

---

Cerita di atas adalah fiktif. Mungkin saja ada kejadian yg mirip. Nama tokoh diambil dari orang2 di sekitar saya dan dari artikel sebelumnya. Tentu, dengan kesengajaan.

Comments